Lesly mendapatkan sebuah mainan baru. Ayahnya membelikannya sebuah mobil remote control yang harganya tidaklah murah. Dia begitu senang dengan hadiah itu. Tapi dia mendengar ibunya mengomeli ayahnya.
“Papi malah beliin dia mainan laki-laki lagi?! Kamu tidak lihat kelakuan putri kamu itu sudah seperti laki-laki?!”
“Biarkan sajalah, mi. Lesly ‘kan tidak suka main mainan seperti boneka atau masak-masakan.”
“Kalau begini terus, Lesly itu bisa jadi tomboi. Pokoknya mami tidak mau tahu, papi harus mengambil mainan mobil itu dari Lesly. Titik.”
Ayah Lesly menghampiri Lesly. Lesly yang masih berumur lima tahun sudah tahu apa yang akan diperbuat ayahnya. Dia mulai cemberut dan memeluk erat mobilnya.
“Lesly, sayang. Papi boleh pinjam mainannya?”
“Tidak. Papi mau ambil mainan Lesly. Kenapa Lesly tidak boleh main mobil? Lesly suka.”
“Iya, lain kali papi beliin mainan yang lebih bagus.”
“Tapi Lesly mau menyetir mobil, papiii,” Lesly merengek.
“Tidak usah, Lesly, sayang. Biar papi yang menyetir. Kemanapun Lesly mau pergi, papi janji akan mengantar Lesly,” setelah berjanji, ayah Lesly mengambil paksa mainan yang baru saja dia berikan. Ibu Lesly tersenyum puas sementara Lesly menangis.
***
Empat belas tahun kemudian…
“Ayo, papi, cepat,” seru ibu Lesy sambil memberikan koper suaminya. Ayah Lesly sedang terburu-buru.
“Papi!” seru Lesly dari ruang makan.
“Ada apa, Lesly sayang?” Tanya ayah Lesly sambil merapikan kerah kemejanya yang berantakan.
“Lesly ada kuliah pagi ini. Papi anterin Lesly dulu.”
“Aduh, Lesly,” keluh ibu Lesly. “Kamu tahu sendiri papi kamu ini ada meeting penting pagi ini. Dia sudah telat. Memangnya kamu tidak bisa pergi sendiri?”
Lesly bangun dan buku-buku kuliahnya. “Papi ‘kan sudah berjanji kalau papi akan mengantar Lesly kemanapun Lesly pergi.”
Ayah Lesly melihat ke ibu Lesly yang jengkel. Ayah Lesly berbicara pelan kepada istrinya, “Lesly pasti sudah bisa menyetir mobil sendiri sekarang seandainya kamu membiarkan dia bermain mobil-mobilan.