Terbangun terlalu pagi membuat kepala Felix berdenyut terus. Sepertinya dia mengalami masuk angin. Tapi apa daya karena hari ini dia harus mengurusi pekerjaannya, dia tidak boleh membiarkan dirinya istirahat di rumah. Felix memaksakan dirinya untuk bangun dan bersiap-siap. Tapi sebelumnya dia mengambil bingkai foto di sebelah kasurnya. Dia melihat foto dia bersama Helen, istrinya, yang sedang koma di rumah sakit. Felix harus bekerja untuk membiayai pengobatan Helen. Dia tidak akan membiarkan sakit menghalanginya untuk mendapatkan uang.
Perjalanan menuju tempat kerja yang memakan waktu kurang lebih satu jam membuat kepalanya semakin tidak enak. Felix terus memijiti kepalanya sambil menyetir mobil. Air conditioner terlalu dingin untuknya. Dia mengecilkan angin dan meninggikan temperatur. Keringatnya mulai keluar, keringat dingin.
Tiba-tiba teleponnya berdering. Dari rumah sakit. Felix mengangkatnya.
“Pak Felix, ini dari rumah sakit Harapan Jaya.” Seorang wanita mulai berbicara di telepon.
“Iya, ada apa?”
“Mohon maaf, pak Felix. Kami ingin menyampaikan pesan duka. Istri Anda, ibu Helen, baru saja meninggal dunia.”
Felix tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Istrinya telah tiada. Tidak ada alasan lagi baginya untuk bekerja. Kepala Felix semakin sakit. Badannya meriang. Lehernya pegal-pegal. Untuk apa mengorbankan kesehatan sendiri hanya untuk uang yang tidak bisa dia gunakan lagi untuk pengobatan istrinya. Dia mulai berpikir seperti itu.
Tiba-tiba dia kehilangan kendali. Ada yang tidak beres dengan roda kiri belakangnya. Felix berusaha mengerem tapi itu malah membuat mobilnya bergerak ke jalur tengah di sebelah kirinya. Klakson dari belakang berbunyi tanpa henti. Sebuah mobil sedan sedang melaju cepat di jalur tengah dan tabrakan tidak bisa dielakkan.
Goncangan dahsyat terjadi. Felix merasakan mobilnya berputar sembilan puluh derajat. Klakson-klakson berbunyi. Dia melihat ke sebelah kanan. Sebuah truk dengan cepat melaju ke depan matanya dan menghantam. Keras sekali. Kaca sebelah kanannya pecah. Mobilnya terangkat dan terbawa beberapa sampai dan akhirnya berguling satu kali ke samping kiri saat truk berhasil mengerem. Untungnya mobilnya tidak terbalik.
Kepala Felix sudah sangat sakit. Mobilnya berhenti melentang di jalur kanan menyebabkan kemacetan di jalur kanan. Di jalur tengah juga terjadi kemacetan akibat sedan yang menabrak Felix. Felix melihat ada penyok di bumper depan sebelah kanan sedan itu. Seseorang keluar dari dalam sedan itu, seorang wanita berpakaian formal berjalan ke arah dia.
Felix tahu dia telah menyebabkan kecelakaan di tol pagi itu. Dia akan berada di dalam kesulitan. Wanita itu pasti akan meminta ganti rugi. Belum lagi macet yang disebabkannya. Membayangkan semuanya membuat Felix semakin sakit. Felix menyandarkan kepalanya ke bangkunya dan menutup kedua matanya. Seandainya aku mati saja saat ditabrak tadi, pikirnya.
“Kamu tidak apa-apa?” Tanya wanita itu.
Felix melihat ke sebelah kanannya. Wanita itu sudah berdiri di sebelahnya. Felix melihat wajah wanita itu.
“Helen?” Felix mengenali wanita itu. “Bagaimana mungkin? Kamu ‘kan sudah meninggal?”
Helen tersenyum, “Begitu juga denganmu.”
[…] BEGITU JUGA DENGANMU […]