Pernahkah kalian mendengar yang namanya tipuan materialisme?
Kenapa? Karena uang dapat menguasai hidup kita. Uang bisa mempengaruhi kita untuk menjadi baik atau buruk.
Ini yang akan menjadi bahasan kita malam ini, yaitu TIPUAN MATERIALISME.
APA ITU TIPUAN MATERIALISME?
Tipuan materialisme adalah suatu kebohongan bahwa hal-hal materi dapat memberikan kebahagiaan, keamanan, popularitas atau status, dan makna hidup. Inilah nilai dunia.
Hidup diukur dari apa yang kita miliki, kita pakai, kita kendarai, dan berapa jumlah kekayaan.
Dibilang berhasil dan bahagia kalau punya usaha sendiri, rumah sendiri, iphone terbaru, mobil mewah.
Tapi apakah benar itu semua bisa mendatangkan kebahagiaan?
Padahal firman Tuhan mengatakan:
Pengkhotbah 5:10b “Bodoh sekali jika orang beranggapan bahwa kekayaan mendatangkan kebahagiaan.” (FAYH)
Jika kita tidak belajar untuk mengatur uang, uanglah yang akan mengatur kita.
CIRI-CIRI ORANG MATERIALISME
Ada 3, sambil introspeksi apakah ciri-ciri ini ada di kita.
A. PRIORITAS : SELALU MENGEJAR MATERI
Kita semua butuh uang. Uang adalah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan.
Kemanapun kita pergi, biasanya akan mengeluarkan uang baik secara langsung atau tidak. Bensin, transportasi, makan, minum, jajan, atau belanja misalnya. Pergi jalan kaki pun, pulang cuci muka, mandi, cuci baju butuh uang Menghabiskan waktu di rumah pun juga menghabiskan uang seperti biaya listrik, bayar sewa, langganan internet dan tv kabel, dan lainnya.
Jadi wajar sekali kalau kita sering memikirkan uang. Kita memikirkan bagaimana mendapatkannya, menyimpannya, menambahkannya, dan lainnya.
Tapi masalahnya kalau uang sudah mulai mengorbankan hubungan kita dengan Tuhan, keluarga, komunitas, mengorbankan kesehatan dan nama baiknya; maka uang sudah menjadi prioritas kita. Kalau sampai kita mengejar uang sampai menghalalkan segala cara sampai keluar dari jalur kebenaran Tuhan, maka prioritas kita sudah bergeser. Contohnya korupsi, menipu, kupu-kupu malam, dan lainnya.
B. KETERIKATAN : DENGAN BARANG-BARANG YANG DIMILIKI
Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan. | Amsal 15:16
Bukan berarti kita disuruh punya sedikit barang atau uang, tapi si pemberi Amsal ini meminta kita supaya tidak terikat dengan harta.
Kita dikatakan terikat, ketika kita tidak siap untuk kehilangan barang- barang yang kita miliki dan memiliki respon negatif yang berlebihan saat itu terjadi.
Contohnya: ketika mobil kita ditabrak dan hal tersebut membuat kita emosi berlebihan sampai pecahin kaca mobil, atau ketika kita memilih lebih melindungi tas branded saat kehujanan daripada kepala kita sendiri. Hp dijatuhin anak, sampai dipukul2 anaknya.
C. PENILAIAN : MENGUKUR SESEORANG DARI APA YANG DIGUNAKANNYA
Bagaimana kita melihat seseorang? Apa kesan pertama yang muncul di pikiran kita saat berkenalan dengan orang? Apakah pola pikirnya, topik pembicaraannya, atau pakaian, tas, dan sepatunya?
Kalau ada yang pakai barang branded, kita langsung mau berteman. Ngedate diajak jalan pakai busway atau motor. Apa yang dipakai seseorang sangat menentukan status dan nilai seseorang.
SEBAB : MENGAPA HARUS MENJAGA DIRI DARI TIPUAN MATERIALISME?
Yohanes 17:16 “Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia.”
KITA BUKAN BERASAL DARI DUNIA DAN TIDAK DICIPTAKAN UNTUK FOKUS PADA HAL-HAL DUNIAWI
Jangan terbuai dan terjebak sama apa yang dunia tawarkan.
Di salah satu buku tentang 5 penyesalan manusia saat mau meninggal, salah satunya adalah dia terlalu sibuk bekerja sampai melupakan hubungan dengan Tuhan, keluarga, dan teman.
Cukup hanya dengan satu penyakit kritis terhadap orang yang Anda cintai dapat dengan mudah menyadarkan kita bahwa hanya Tuhan yang membuat kita benar-benar aman.
Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.
Tapi harus ingat walaupun kita bukan berasal dari dunia, itu bukan berarti kita hanya menerima keadaan di dunia.
Kalau sudah mencaru dan menemukan Kerajaan Allah serta kebenaran-Nya, kita menjadi warga Kerajaan. Kita punya Raja yang punya segalanya. bahkan kita disebut sebagai Anak Raja. Anak Raja tidak boleh kekurangan.
Kita harus bisa bekerja dengan keras dan pintar cari uang. Maksimalkan potensi dan talenta kita. Tentunya juga harus disertai dengan kebenaran Tuhan. Kita punya integritas di tempat kerja. Teman-teman dan atasan menyukai kita dan bahkan kita bisa thrive dalam tempat kerja. Kita naik terus disertai dengan kerendahan hati. Ada keseimbangan.
AKIBAT :
1. MENJADI SERAKAH
Lukas 12:15 (BIS) : Hati-hatilah dan waspadalah, jangan sampai kalian serakah. Sebab hidup manusia tidak tergantung dari kekayaannya, walaupun hartanya berlimpah-limpah.
Balik lagi, saat materi menjadi prioritas kita, kita bisa menghalalkan segala cara bahkan kalau itu mengorbankan hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan keluarga dan sesama, kesehatan, nama baik, bahkan kekekalan.
Kita memalsukan barang, menggelapkan uang, atau menjual barang-barang yang ilegal. Bahkan sampai bersekutu dengan setan, pesugihan dll.
2. MENJADI JAHAT
1 Timotius 6:10 : Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
Cinta akan uang tidak akan membawa kebahagiaan, malahan dibilang menyiksa kita dengan berbagai duka. Kita jadi kehilangan damai sejahtera, terjerat hutang, bertengkar dengan keluarga, mood swing, bahkan stress dan depresi.
Perampokan, pembunuhan, begal, pencurian, dan tindakan kriminal lainnya yang pasti sudah sering kita dengar. Tapi kita harus mengantisipasi kejahatan yang bisa kita lakukan kepada diri kita dan keluarga kita. Kesehatan kita menurun. Kita menipu rekan kerja. Orang tua menjadi tidak punya waktu untuk keluarga sehingga anak dibesarkan tanpa perhatian dan kasih sayang.
BAGAIMANA BEBAS DARI TIPUAN MATERIALISME?
1. KENALI VALUE KITA
Pada jaman sekarang, nilai seseorang suka sekali dinilai oleh banyaknya uang yang mereka punya. Kita menyebut seseorang berhasil ketika orang tersebut memiliki rumah mewah atau rumah yang banyak, mobil yang banyak, gaya hidup yang glamor, barang- barang branded, makan di restoran mahal, dan apapun itu yang mevvah.
Hal ini tentunya membuat manusia menjadi munafik. Dunia ini ‘kan suka tipu-tipu. Kita bisa menutupi kekurangan kita dengan berpenampilan mewah padahal tagihan kartu kredit menumpuk.
Jangan ikuti cara pandang dunia seperti itu. Kaya miskin seseorang tidak ditentukan dari gaya hidup kita. Kebahagiaan tidak ditentukan dari kaya miskin seseorang.
Orang kaya makan kangkung untuk kesehatan. Orang yang berkecukupan makan kangkung karena memang hanya itu yang bisa mereka beli. Tapi kangkung adalah sama-sama makanan.
Banyak toh tukang becak (jaman dulu) yang tidur nyenyak di becak mereka sambil istirahat tapi banyak juga orang kaya yang tidak bisa tidur nyenyak di kasur mahal mereka.
Nilai diri kita yang sejati tidak datang dari apa kata dunia atau manusia, tapi dari apa kata Pencipta kita, Tuhan kita.
Yesaya 43:4 : Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.
Inilah identitas kita, inilah nilai saya. Saya adalah Anak Tuhan. Saya diciptakan oleh Tuhan. Saya didesign oleh Tuhan, dibentuk oleh Pencipta alam semesta. Itu berarti saya ada di sini bukan karena sebuah kesalahan. Saya layak hidup. Kalau ada yang bilang saya tidak layak untuk hidup, pandang salib Yesus. Yesus mati untuk saya supaya saya bisa hidup.
Yesus sedang berkata bahwa Dia lebih baik mati daripada hidup tanpa kita.
Saya dipilih. Saya ditebus, Saya diinginkan. Tuhan punya masa depan untuk saya.
2. BERSYUKUR
Ibrani 13:5 : Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali- kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.
Banyak orang yang punya karunia memiliki, tapi mereka tidak punya karunia untuk menikmatinya. Kita sudah memiliki apa yang ada di depan kita, tapi kita masih mengkhawatirkan banyak hal.
Saat kita mengkahwatirkan kebutuhan hidup, kita sedang meragukan keberadaan Tuhan. Kita sedang berkata bahwa Tuhan tidak sanggup memenuhi kebutuhan kita. Kita sedang berkata bahwa janji Tuhan itu php, Dia ga bisa memenuhi kebutuhan kita. Kita bertindak seakan-akan kita tidak punya Bapa, seperti yatim piatu.
Fokuskan pikiran kita pada hal-hal yang telah kita miliki saat ini dan belajarlah untuk mensyukurinya. Fokus pada porsi dan berkat yang telah Tuhan tetapkan bagi kita, dan nikmatilah apa yang ada pada kita.
Jangan bersyukur atas kekurangan orang lain. Biasanya kita bersyukur masih punya rumah karena banyak orang tidur di jalan atau kita sehat karena banyak orang sakit. Kalau mengucap syukur, ya mengucap syukur aja. Tok. Jangan seakan-akan bahagia di atas penderitaan orang lain.
3. MEMBERI
Ibrani 13:16 : Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.
Memberi membiasakan kita untuk memiliki sikap hati yang tidak terikat pada materi.
Saat memberikan persembahan di gereja, perpuluhan, atau membantu orang lain yang berkekurangan, justri kita sedang mengingatkan diri sendiri bahwa segala harta, materi, uang yang kita kumpulkan berasal dari Tuhan (Mazmur 24:1).
Tahu tidak?
Uang adalah ujian. Tuhan menguji kesetiaan kita. Alat favorit Tuhan untuk menguji kita adalah keuangan kita.
Bagaimana jika kita adalah anak dari orang terkaya di dunia. Ayah kita datang kepada kita dan berjanji untuk memberikan kepada kita semuanya nanti. Untuk saat ini dia memberikan sedikit dan dia mau melihat apakah kita bisa mengurusnya. Setelah itu dia baru bisa mempercayai kita dengan semua hartanya. Itulah yang Tuhan katakan kepada kita.
Setia dalam perkara kecil, diberikan perkara besar.
Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. | Matius 6:19-21
Kalau kita memberi untuk Tuhan, di situlah hati kita berada. Hati kita tertuju kepada Tuhan.
Cara memberinya bagaimana? Membantu pekerjaan Tuhan di dunia.
Ketika kita membantu biaya misi atau membantu pekerjaan pendeta atau membangun gereja dan 50 tahun setelah kita meninggal gereja itu makin bertumbuh dan mebawa lebih banyak orang ke surga, kita sudah mengumpulkan harta untuk kekekalan.
Ketika kita menggunakan uang untuk membantu orang lain bertemu Yesus, berarti hati kita pada Tuhan. Ketika kita membeli sebuah buku atau Alkitab dan memberikannya kepada orang lain yang tidak punya.
Kita tidak bisa membawa harta kita, tapi kita bisa mengirimnya terlebih dahulu dengan memberi untuk Tuhan di dunia.
Bisa kita bayangkan bagaimana rasanya saat kita masuk ke surga dan disambut dengan tepuk tangan meriah dari orang-orang yang menantikan kedatangan kita. Mereka ada di surga karena kita sudah menghabiskan uang untuk memberitakan kabar baik untuk mereka.
Hati-hati terhadap tipuan materialisme. Kenali value kita, tetap bersyukur, dan belajar untuk memberi.
Daripada mengejar uang, kejarlah sumber uang tersebut yaitu Tuhan. Dialah yang memiliki segalanya. Dia yang tahu terbaik untuk kita dan berjanji akan menambahkan saat kita mau mencari-Nya dan kebenaran-Nya terlebih dahulu.
Pernahkah kita benar-benar merenungkan sejauh mana materialisme memengaruhi hidup kita? Uang memang penting, tapi apakah kita sadar bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari kepemilikan materi? Saya setuju bahwa uang bisa mengubah prioritas hidup, bahkan sampai mengorbankan hubungan dengan Tuhan dan orang terdekat. Tapi, bagaimana caranya kita bisa menemukan keseimbangan antara kebutuhan materi dan nilai-nilai spiritual? Apakah ada batasan yang jelas antara kebutuhan dan keinginan? Saya rasa, introspeksi diri sangat diperlukan agar kita tidak terjebak dalam tipuan materialisme. Bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Apakah kamu pernah merasa terikat oleh harta atau justru merasa bebas darinya?
Wah, topik yang sangat menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Materialisme memang sering kali menjadi jebakan yang sulit dihindari, terutama di era modern ini. Uang memang penting, tapi ketika kita mulai mengorbankan nilai-nilai penting seperti hubungan dengan Tuhan, keluarga, dan kesehatan, itu sudah menjadi masalah besar. Apakah benar kebahagiaan hanya bisa didapat dari harta dan materi? Menurut saya, kebahagiaan sejati justru datang dari hal-hal yang tidak bisa dibeli, seperti cinta, kedamaian, dan kepuasan batin. Bagaimana menurutmu? Apakah kamu pernah merasa terjebak dalam pola pikir materialistik? Apa yang kamu lakukan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan materi dan nilai-nilai hidup yang lebih dalam?
Materialisme memang bisa menjadi jebakan yang sulit dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Uang memang penting, tapi apakah kita benar-benar bahagia hanya karena memiliki banyak harta? Seringkali, kita terjebak dalam lingkaran keinginan yang tidak pernah terpuaskan. Apakah kebahagiaan sejati hanya bisa didapat dari hal-hal materi? Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tidak membiarkan uang menguasai hidup kita. Bagaimana cara kita menemukan keseimbangan antara kebutuhan materi dan kebahagiaan rohani? Menurutmu, apa yang sebenarnya membuat seseorang merasa bahagia dan puas dalam hidup?
Pernahkah kalian merasa terjebak dalam lingkaran materialisme? Saya pikir, uang memang penting, tapi apakah benar bisa membawa kebahagiaan sejati? Menurut saya, kebahagiaan seharusnya tidak diukur dari seberapa banyak harta yang kita miliki. Tapi, bagaimana dengan pendapatmu? Apakah kamu pernah merasa tertekan karena tuntutan untuk memiliki lebih banyak? Saya setuju bahwa uang bisa menguasai hidup kita jika kita tidak bijak mengelolanya. Tapi, apakah ada cara untuk tetap hidup nyaman tanpa terlalu terikat pada materi? Bagaimana caramu menjaga keseimbangan antara kebutuhan materi dan kebahagiaan batin?
Pernahkah kita benar-benar merenungkan sejauh mana materialisme memengaruhi hidup kita? Uang memang penting, tapi apakah kita sadar bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan materi? Saya setuju bahwa uang bisa mengubah prioritas hidup seseorang, bahkan sampai mengorbankan hubungan dengan Tuhan dan keluarga. Tapi, apakah kita sudah benar-benar memahami batasan antara kebutuhan dan keinginan? Menurut saya, hidup yang seimbang adalah kunci, di mana kita bisa memenuhi kebutuhan tanpa harus terikat oleh harta. Apakah kita sudah siap untuk melepaskan diri dari jerat materialisme dan fokus pada hal-hal yang lebih bermakna? Bagaimana caranya agar kita bisa tetap hidup berkecukupan tanpa terjebak dalam tipuan materialisme?
Materialisme memang sering kali menjadi perangkap bagi banyak orang. Uang dan kekayaan seolah menjadi tolok ukur kebahagiaan, tapi sejauh apa itu benar-benar memenuhi hidup kita? Saya setuju bahwa hidup tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan uang, tapi menjadi terlalu terikat padanya justru bisa merusak nilai-nilai yang lebih penting. Bagaimana kita bisa menemukan keseimbangan antara mencukupi kebutuhan dan tidak terjebak dalam tipuan materialisme? Menurut saya, introspeksi diri sangat diperlukan agar kita tidak kehilangan fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna. Misalnya, hubungan dengan Tuhan, keluarga, dan komunitas tidak boleh dikorbankan demi mengejar kekayaan. Bagaimana pandanganmu tentang hal ini? Apakah kamu pernah merasa terjerat dalam lingkaran materialisme dan bagaimana kamu menghadapinya?
Pernahkah kita benar-benar merenungkan sejauh mana materialisme memengaruhi hidup kita? Uang memang penting, tapi apakah kita rela mengorbankan nilai-nilai kita demi kekayaan? Saya setuju bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dibeli dengan materi, tapi bagaimana kita bisa menemukan keseimbangan antara kebutuhan finansial dan kebahagiaan batin? Apakah kita sudah terlalu terikat pada harta sehingga melupakan hal-hal yang lebih penting dalam hidup? Saya merasa ini adalah topik yang sangat relevan, terutama di era modern ini. Bagaimana menurutmu, apakah kita bisa benar-benar lepas dari jerat materialisme tanpa mengabaikan kebutuhan sehari-hari?
Sangat menarik membahas tipuan materialisme ini. Benar, uang memang menjadi bagian penting dalam hidup kita, tapi apakah kebahagiaan sejati datang dari kepemilikan materi? Seringkali kita terjebak dalam pola pikir bahwa kebahagiaan bisa dibeli dengan barang-barang mewah atau status sosial yang tinggi. Tapi, menurut saya, kebahagiaan sejati justru datang dari hubungan yang baik dengan Tuhan, keluarga, dan lingkungan sekitar. Apakah kita benar-benar bahagia ketika memiliki banyak uang tapi kehilangan makna hidup? Bagaimana menurut Anda tentang keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual? Bukankah seharusnya kita belajar mengelola uang sebagai alat, bukan tujuan?
Materialisme memang seringkali menjadi jebakan yang sulit dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Uang memang penting, tapi apakah benar kebahagiaan hanya bisa didapat dari kepemilikan materi? Saya setuju bahwa uang bisa menguasai hidup kita jika kita tidak bijak mengelolanya. Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami batasan antara kebutuhan dan keinginan? Menarik sekali bahwa teks ini mengingatkan kita untuk tidak mengorbankan hubungan dengan Tuhan dan orang terdekat demi mengejar kekayaan. Apakah ada cara lain untuk mencapai kebahagiaan tanpa harus terjebak dalam materialisme? Bagaimana pendapatmu tentang keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual dalam hidup?
Materialisme memang seringkali menjadi perangkap dalam hidup kita. Uang memang penting, tapi apakah benar bisa membeli kebahagiaan? Saya setuju bahwa hidup tidak bisa diukur dari seberapa banyak harta yang kita miliki. Tapi, bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam tipuan materialisme ini? Apakah ada cara praktis untuk mengatur keuangan tanpa harus mengorbankan hubungan dengan Tuhan dan keluarga? Menurut saya, keseimbangan adalah kunci, tapi bagaimana mencapainya? Bagaimana pendapatmu tentang hal ini? Apa pengalamanmu dalam mengelola keuangan tanpa terjebak materialisme?
Materialisme memang seringkali menipu kita dengan janji-janjinya yang menggiurkan. Tapi, apakah kebahagiaan sejati bisa dibeli dengan uang? Menurut saya, hidup yang bermakna tidak diukur dari materi, tapi dari hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Uang memang penting, tapi jangan sampai ia menjadi berhala dalam hidup kita. Apakah kita sudah benar-benar memikirkan prioritas kita dalam hidup ini? Bagaimana cara kita bisa menyeimbangkan kebutuhan finansial dengan nilai-nilai spiritual? Apakah kita siap melepaskan segala ikatan materi demi kebahagiaan yang sejati? Saya rasa, ini adalah pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama.
Kami telah menggabungkan libersave ke dalam sistem voucher regional kami. Sangat menyenangkan melihat bagaimana berbagai penyedia dapat dikumpulkan dalam satu platform dengan mudah.