Rabu, 11 Maret ’10:
That day I was not expecting to be tested so much. Saya ga nyangka kalau Tuhan menguji saya. Ujian saat itu adalah tetap bersukacita. Sebenarnya masalah-masalah hari itu biasa aja dan saat saya mengingat kembali, hey! Those weren’t the things that you should worry about. Semua itu ga pantas merebut sukacita dalam diri saya.
Begini ceritanya, dari siang, my friends ajak nonton Shutter Island di PJ jam 7 malam. Saya yang uda curious dengan filmny (banyak yang bilang jelek) langsung setuju. This is the background of my test.
That afternoon, the test was getting started. Jam 5 sudah dan toko masih belum tutup juga. Padahal biasa uda tutup dan saya sudah memperkirakan sampai di rumah jam 6 lewat dikit sehingga saya bisa mandi dan siap-siap buat nonton tepat waktu. Then, I called my bro to see if he had closed his store but the answer was very frustating, “Masih belum sempat.” Padahal dia uda tahu saya sedang buru-buru mau nonton.
Pas nyampe di tokonya, syukur-syukur dia uda beres-beres. But when my mom came, dia bilang kue dia ketinggalan di toko n suruh dibuka lagi toko yang dah ditutup just to take the cakes. Oh my! Saat itu juga I’m starting to be mad. Kenapa ga dari tadi sih? Ga tau apa lagi buru-buru! All the whinings came to my mind and ate me from the inside out.
At that time, jurus muka manyun n BT pun keluar. Hampir sepanjang perjalanan I kept silent. Actually sempet terlintas di pikiran tentang apa yang Joel Osteen bagikan di bukunya bahwa banyak hal yang bakal mencuri sukacita kita, tapi kita harus sadar kalau sukacita kita hilang karena itu. It’s not worth it.
However, daging itu lemah. I just followed my flesh and kept angry. Ditambah baru keluar dari Senen ke Kemayoran, Kemayorannya macet total. Sukcaita saya tinggal 25 persen I thought at that time.
The test kept going selama perjalanan. Waktu terus berjalan mendekati angka 7 dan itu semakin mengikis sukacita saya yang kritis. Di tol tersendat-sendat, setelah itu mulai lancar tapi kena macet bentar juga pas mau masuk perumahan rumah.
Nyampe ke dalam perumahan uda 6.58, wow! I was really in a very bad mood that time. Uda sempet ngomel ke teman yang milih nonton jam 7 n bilang ga bakal ikut nonton klo nyampe rumah jam 7. Semua yang bisa saya salahkan, I’d blame them.
Nyampe rumah langsung keluar, cium Lyndon, lari ke kamar ambil jaket dan pergi lagi (sempet berantem bentar ma mama yang suruh jangan beli tiket dulu klo mw nonton). I got into the car and went as fast as I could to PJ. Kinda scary, honestly, to drive when you are in my situation.
Hampir setengah jam nyampe dan nontonlah saya. Saat itu saya kira dah adem ayem ’cause the movie was great, but after the movie one little thing started again. Teman saya meninggalkan kunci mobil di bangku nonton saya. Pas disuruh nyari dia malah kira saya bercanda. But that was small. Setelah ketemu, me and my friends pergi makan and then I went home.
Two more tests! Sampai di rumah, saya yang ga bawa kunci rumah ga bisa masuk. BB saya low-bat jadi ga bisa dipakai buat sms or made a call or anything. Saya pencet bel, but no one buka pintu. Hampir 5 menit saya terus pencet bel sambil gedor-gedor kaca jendela tapi ga ada tanda-tanda kehidupan. Uda ujan, becek, ga ada ojek, celana pendieeek, banyak nyamueeek, belum mandieeek, lengkaplah sudah penderitaanku. Akhirnya saya gedor jendela kamar suster berharap dia dengar and thanks God beberapa detik after that saya bisa masuk rumah.
Sampai di rumah, ternyata nyokap masih belum tidur dan asyik nonton tv sambil ngobrol sama mertua yang nginep di kamar. Beh, mereka ga dengar bunyi bel. Saya masuk kamar mau online buat ngurus jualan jam online tapi modem internetnya malah ada di kamar koko yang uda tidur, tentunya. Alhasil saya ga bisa online.
Saya sadar sampai sekarang kalau semua yang terjadi pada hari itu sebenarnya adalah ujian dari Tuhan supaya saya tetap bersukacita. Sebenarnya ga ada gunanya saya kehilangan sukacita hanya gara-gara telat nonton (I enjoyed the movie even I was late). Sukacita saya hilang, saya memang peka kalau ini ujian, but saya malah mengikuti keingingan duniawi saya. Saya menyalahkan mama, koko, dan teman yang sebenarnya ga salah apa-apa. Itulah efek samping dari tidak tetap bersukacita. Kita berusaha menyalahkan orang lain.
God tested me and I failed! Sorry, Lord. I will be at my best behavior when You tested me again and again. Hope my testimonial can give all of us a lesson untuk tidak membiarkan hal sekecil apapun mencuri sukacita kita. Keep rejoicing in GOD!
Be blessed!
See also: MIRACLE does HAPPEN!