Mungkin hampir semua pernah melihat iklan yang mengatakan “Mulutmu, harimaumu.”

Well, saya mau bersaksi tentang kejadian yang hampir mirip dengan frase tersebut, hanya saja kali ini frase yang benar-benar melekat dalam hidup saya adalah: “Mulutmu, doamu.”

Kejadian ini terjadi pada saat saya dan teman-teman kampus sedang menghadapi minggu Thesis Defense atau lebih dikenal dengan sidang untuk pertahanan skripsi yang sudah kita kerjakan selama satu semeseter. Lulus Thesis Defense hampir sama dengan lulus kuliah dan siap-siap mendapatkan gelar sarjana.

Hari pertama, teman sepermainan saya selama kuliah, Victor, telah berhasil lulus dan beberapa teman yang lain bahkan mendapatkan Grade A, nilai tertinggi. Setelah itu giliran Hendy, teman saya lainnya. Selama persidangan saya menyaksikan kalau teman saya ini terus diserang sampai saya dan Victor (atau mungkin saya sendiri) sempat ragu apakah dia akan lulus. Saat pemberian nilai, saya dan Victor sempat mengobrol dan kami membicarakan kira-kira Grade apa yang akan didapat Hendy. Entah bagaimana tiba-tiba terlontar dari mulut Victor kalau ‘mulutmu, doamu’. Jadi saya dan dia mulai mengatakan kalau Hendy pasti bisa lulus dan minimal dia dapat C. Percaya tidak percaya, dia lulus dengan grade C.

Akhirnya tibalah giliran saya yang sidang. Perkataan ‘Mulutmu, doamu’ itu selalu terngiang dalam pikiran saya sehingga saya mencoba untuk mempraktekkan itu. Selama perjalanan ke kampus, saya berdoa dengan bersuara. Saya perkatakan kalau “Saya akan berhasil di sidang nanti, saya akan presentasi dengan baik, saya bisa menjawab setiap pertanyaan dengan baik, para penguji akan menyukai saya dan memberikan nilai terbaik, saya pasti dapat A!” Memang agak berlebihan, tapi saya tetap memperkatakan semua itu dengan iman yang diperdengarkan oleh saya sendiri dan Tuhan, tentunya.

Sidang pun berlangsung. Saya presentasi dan pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan. Saya sempat kebingungan mau menjawab apa tapi semua itu nge-flow begitu saja. Selama masa menunggu hasil sidang, saya tetap meyakini dalam hati walau ada keraguan bisa mendapat A, tapi puji Tuhan, apa yang kita keluarkan dari mulut kita ini memang adalah doa kita dan Tuhan tahu itu.

Apa yang kita perkatakan bisa terjadi dalam hidup kita. Saat kita berkata, “Ya, Tuhan, tadi susah sekali ujiannya. Saya ga bisa, pasti dapat jelek deh!”; jangan heran kalau ternyata hasil ujian kita jelek. Saat kita mengeluh, “Saya memang pemarah, saya memang bodoh, saya memang boros.”; maka kita mengimani diri kita seperti itu.

Guys, kebiasaan buruk manusia memang begitu: selalu memperkatakan yang buruk-buruk, selalu memikirkan hal-hal yang negatif. Pertanyaannya, maukah kita terus mengalami hal-hal yang buruk itu? Tidak mau, tentunya. Tapi jika memang tidak mau, berubahlah! Mulailah dengan memperkatakan hal-hal yang baik. Mulailah perkatakan kalau saya pasti bisa, saya pintar, saya kreatif, Tuhan mengasihi saya, orang lain menyukai saya, saya diberkati. Karena percaya tidak percaya, apa yang kita perkatakan, itulah yang menjadi doa kita, itulah yang kita imani terjadi. Itulah yang akan terjadi dalam hidup kita.

So, be aware of your tongue! Hati-hati gunakan mulutmu! Satu lagi, saya mendapat grade A untuk sidang saat itu.

Be blessed!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *