Minggu, 11 Mei 2014
Packing terasa begitu memalaskan di pagi buta. Masih harus mandi dan menaruh perlengkapan mandi serta sandal dan semua pakaian ke dalam koper. Charger iPhone, check. Tolak Angin, check. Deodoran dan parfum, check. Jam 6 lewat sekitar sepuluh, saya pergi ke rumah koko. Pesawat boarding jam 720. Lyndon dan Jesslyn masih tidur. Koko mengurapi dengan minyak urapan, hal yang lucu tapi mengesankan karena bukti dia perhatian haha. Ipar bilang Lyndon semalam nangis karena saya tidak jadi nginap sehingga saya punya hutang untuk nginap saya rasa. Selesai menciumi Lyndon dan Jesslyn, saya dan koko berangkat ke bandara.
Check in agak telat, tapi masih bisa. Teman-teman sampai terus menghubungi menanyakan dimana posisi saya. Perjalanan ke Surabaya, Batu, Bromo, Malang, dan Pasuruan dimulai. Satu jam sudah tiba di terminal dua bandara Juanda, terminal ini adalah terminal lama Juanda yang pernah ditutup dan telah direnovasi. Orang tur menjemput dan membawa saya dan ketiga teman saya menjemput dua teman lainnya di terminal lama.
Kami berenam dengan sopir yang juga menjadi pemandu tur langsung berangkat menuju Batu, kota yang mirip dengan Puncaknya Jakarta. Kami melewati pertigaan Porong yang beberapa hari kemudian saya tahu menjadi area macet (sama dengan perempatan Cengkareng) di mana semua orang yang kerja dari beberapa daerah harus bertemu di sana untuk bekerja atau pulang kerja. Porong juga adalah tempat kasus lumpur Lapindo yang sampai sekarang belum selesai. Ada tulisan reunian SMA apalah di sebuah poster besar di sana. Sopir saya bilang mereka reunian di sana karena sekolah mereka sudah tenggelam akibat lumpur. Menarik.
Kami melewati Pandaan sebelum ke Malang dan teman-teman ingin mencobai Ibu Kris. Saya tidak terlalu suka dan saya juga tahu Ibu Kris ada di Jakarta juga, tapi ya sudahlah kami makan siang di sana. Sepanjang perjalanan ke Batu yang harus melalui Malang, kami membicarakan tentang acara tur paralayang yang diganti ke Selecta. Paralayang itu semacam teruun bebas dari atas bukit ke jurang menggunakan parasut. Sama dengan parasailing yang diangkat dari darat ke atas air; paralayang bedanya kita melayang dari perbukitan. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke lokasi paralayang esok paginya.
Kami singgah di Warung Ibu Kris untuk makan siang, lalu melanjutkan perjalanan ke salah satu vihara di sana karena Minggu itu adalah Waisak dan tiga teman saya mau sembahyang sebentar di sana.
Kemudian kami lanjut ke Selecta yang adalah taman bunga. Ada kolam renang juga di dana tapi karena pengunjung yang terlalu banyak dan musik dangdut live, taman bunga ini tidak saya rekomendasikan untuk pergi lagi haha.
Kami tiba di hotel kurang lebih jam tiga sore. Kami istirahat sampai jam tujuh. Ada yang berenang. Saya santai saja dengan iPad dan menikmati suasana kota Batu yang adem. Dari luar salah satu teman menyuruh saya melihat ada yang sedang paralayang. Saya melihat cuma satu orang saja yang paralayang. Itu berarti dia sedang latiha atau mungkin dia instruktur paralayangnya (turis seperti kami tidak diperbolehkan paralayang sendirian jika tidak punya ijin yang didapat dengan kursus).
Malamnya kami menuju BNS (Batu Night Spectacular). Tidak terlalu menarik, menurut saya. Hanya ada wahana-wahana ringan seperti Rumah Hantu, Bumper Car, dan wahana kecil lainnya. Saya tertarik untuk naik Rodeo. Kita menaiki banteng buatan dan bertahan selama mungkin sambil diombang-ambingkan banteng. Namun saat mau main, wahananya sudah tutup. Saya juga melewatkan pertunjukan air mancur yang katanya mirip dengan ‘Song of the Sea’ di Singapura karena kurangnya info tentang itu.
Oh ya, di sini saya menemukan satu keluarga yang lucu di Lampion Garden. Bapak ibu dan anak perempuan mereka yang masih kecil. Mereka bertiga chubby semua. Kami sempat meminta bapaknya untuk memfoto kami. Kemudian saya menawarkan diri aka memaksa karena mereka tidak mau difoto pada awalnya untuk balas memfoto mereka. Tidak berapa lama, saya bertemu lagi dengan mereka tepat di lampion Eiffel. Saya melihat sang ibu memfoto si bapak dan putri mereka dan saya tidak suka dengan fotonya karena tidak kena Eiffelnya. akhirnya sekali lagi saya memaksa untuk memfoto mereka. Tentu saja hasilnya sangat memuaskan walau hanya dengan iPad mereka haha.
Malamnya kami mampir makan sate kelinci dan sate kuda. Sate kuda sangat keras dan amis, sangat tidak enak. Atau mungkin warung tempat saya makan tidak jago membuatnya, entahlah. Hari pertama lewat dengan tidak terlalu mengesankan diiringi suara ngorok dari teman yang membuat saya bangun lagi, tidur lagi, bangun tidur lagi dan lagi, haha lagi.