Rabu, 13 Mei 2014
Jam dua pagi dan tanpa tidur. Langsung saya bangunkan semua teman yang sempat tertidur supaya siap-siap. Jeep sudah siap di depan. Kami berangkat. Sopir kali ini tua dan tidak banyak ngomong jadi saya juga diam saja tidak berani banyak tanya. Kami mendaki gunung dengan jeep bersama-sama dengan jeep-jeep dari pengunjung lain hingga ke view point dimana kami akan menunggu sunrise.
Kami menunggu sekitar setengah jam-an. Suhu di sana sangat dingin. Saya harus mengenakan jaket tebal dan sarung tangan. Pemandangan gunung Semeru yang adalah lokasi syuting film 5cm bisa terlihat. Puncak Mahameru yang harus didaki kurang lebih tiga hari tanpa kendaraan. Di depannya ada kawah Bromo yang masih aktif. Bis terlihat asap masih keluar dari kawahnya. Kemudian ada satu gunung lagi di sebelahnya yang saya lupa namanya.
Sunrise pun datang. Semua asyik berfoto ria sampai saya sendiri lupa menikmati pemandangan sunrise tersebut. Warna jingga kemerahan yang sempat tertutup awan, tapi tetap terasa damai. Untung saja tidak terlalu banyak kabut sehingga pemandangan gunung-gunung bisa terlihat jelas disinari sinar pagi mentari. Pengharapan. Itulah arti sunrise. Selalu ada harapan setelah gelapnya malam.
Selesai dari sana, beberapa teman sarapan popmie di warung terdekat. Saya hanya minum susu coklat panas yang beberapa jam kemudian saya sesali karena tidak mau sarapan. Dari sana kami lanjut menuju kawah Bromo. Jeep hanya berhenti di sekitar 5km dari Kawah Bromo. Sopir jeep menyarankan untuk memakai kuda yang pada awalnya saya mau pakai. Tapi karena kawah Bromo terlihat dekat, jadi saya dan teman-teman tidak memakai jasa kuda yang seharga 150,000 IDR.
Kami berjalan menapaki pasir kawah Bromo. Beberapa minggu kemudian saya nonton di tv kalau pasir itu adalah nomor satu tempat terangker di pegunungan. Banyak yang nyasar di sana dan tidak bisa menemukan jalan kembali. Di dekat kawah ada sebuah pura. Ternyata perjalanan sangat jauh. Setiap saya menginjak pasir, sepatu saya akan masuk ke dalam pasir sehingga memperberat langkah saya. Makin lama jalanannya juga semakin menanjak diiringi dengan debu pasir yang beterbangan akibat kuda-kuda yang mondar mandir dan banyak kotoran kuda di selama perjalanan.
Suhu di sana memang adem tapi karena perjalanan yang berat, saya kepanasan dengan jaket tebal yang masih saya kenakan. Saya sudah tidak tahan. Baru setengah perjalanan lebih dikit tapi rasanya sudah mau pingsan. Nafas saya sudah tidak karuan. Masker sudah saya lepas. Beberapa teman saya masih berjalan di depan. Saya sudah terpencar dari yang lain. Awalnya ada joki kuda yang menawarkan untuk mengantar ke sana di perjalanan tapi saya menolak. Pagi itu saya belum sarapan. Itu penyesalan utama saya. Penyesalan kedua adalan tidak mau naik kuda.
Akhirnya terdengarlah suara dari mas berkuda coklat, “Tiga puluh ribu, ayo, saya antar ke atas.”
Saya menoleh dan langsung saja saya meminta diantar dengan perjalanan kembali ke jeep juga. Dia menawarkan 80,000 IDR bolak balik dan langsung saya deal. Tapi penderitaan belum selesai. Kuda hanya bisa sampai di bawah kawah. Saya harus menaiki tepat 250 anak tangga!
Kembali saya mau pingsan. Awalnya masih mudah tapi baru seperempat, saya akan berhenti istirahat sejenak. Tidak ada minum. Keringat sudah dimana-mana. Saya bisa merasakan kaos dalam saya sudah basah kuyub. Orang-orang yang turun melewati saya memberi semangat. “Semangat!” “Ayo, kamu bisa!”
Saya hanya bisa tersenyum lemas dengan nafas yang tidak karuan. Lucunya ada bule perempuan paruh baya di belakang saya. Saat dia mau melewati saya, dia hanya berkata, “I know.” Dua kata yang penuh dengan makna. Dia tahu penderitaan ini haha! Finally, tibalah di atas. Ada yang jual minuman. Teman saya membelinya dan saya langsung meminumnya. Penderitaan yang tidak sia-sia. Saya bisa melihat kawah Bromo yang masih aktif.
Asap tebal menggelembung terus menerus tanpa henti dari bawah. Bau belerangnya tidak terlalu tercium jadi saya melepas maskernya. Selesai foto-foto kami kembali ke jeep dan melanjutkan perjalanan ke bukit Teletubbies.
Bukit Teletubbies, dinamakan itu karena bentuk bukitnya mirip dengan bukit yang ada di seri Teletubbies. Tidak ada yang spesial bagi saya. Lanjut ke Kawah Berbisik. Dinamakan itu karena sinetron Indo yang syuting di sana. Katanya pasir yang tertiup angin seperti suara berbisik tapi tidak terdengar sama sekali. Mungkin karena tidak terlalu ada angin. Tapi pasir hitam yang luas begitu alami. Mungkin beginilah rasanya terdampar di padang pasir.
Kami kembali ke penginapan. Mandi dan beres-beres kemudian lanjut ke Air Terjun Madakaripura! Air terjun yang spektakuler. Sopir jeep sempat menakuti kami dengan mengatakan bahwa orang-orang Madura di air terjun Madakaripura agak berbahaya. Banyak terjadi tindak kriminal seperti pencopetan, salah satunya. Aku tidak terlalu percaya tapi ada teman yang percaya sehingga beberapa tidak mau ikut ke dalam. Hanya tiga orang termasuk saya yang berani masuk. Itu pun dua yang lain tidak berani membawa hp. Saya yang terpaksa membawa iphone saya.
Perjalanan kurang lebih dua puluh menit berjalan kaki dan menyebrangi beberapa sungai. Kami dikawal oleh orang Madura yang tidak terlalu mengerikan. Usut punya usut orang di kawah Bromo memang tidak sreg dengan orang Madakaripura, itulah sebabnya mereka sa,ing menjelekkan. Hampir tiba di air terjun Madakaripura, pemandangan tebing terlihat begitu indah dengan air terjun-air terjun kecil. Kami harus menyeberangi air terjun kecil sehingga pakaian kami basah. Iphone saya dilindungi dengan kantong kresek.
Akhirnya air terjun yang begitu tinggi dan mempesona bisa saya saksikan dengan mata kepala saya sendiri. Tebing-tebing hitam di sekelilingnya terlihat begitu kokoh. Kami foto-foto dengan iphone saya sampai iphonenya basah kuyub (untung tidak rusak). Saya juga sempatu meminum airnya yang konon bisa membuat awet muda. Airnya begitu segar dan addictive. Konon Patih Gajah Mada dikabarkan semedi di dalam goa yang ada di balik aorj terjun tersebut dan menghilang. Sampai sekarang jasadnya tidak oernah ditemukan. Itulah legenda Madakaripura. Mada dari nama Gajah Mada. Kari yang berarti air terjun, kalau tidak salah haha! Dan pura yang berarti tempat sembahyang.
Perjalanan dilanjutkan kembali ke Surabaya. Kami harus menginap semalam di sana. Besok adalah Rafting day! Akhirnya adrenalin pun dipacu! Kejadian unik terjadi saat saya tidak sengaja memukulkan dayung rafting ke teman di sebelah saya dan reaksi tawa kami tertangkap kamera.
Saya juga bertemu dengan Mba Yuli (resepsionis) yang kocak habis. Awalnya hanya salah paham karena kami sudah memilih foto-foto yang kami pilih dan kami kira Mba Yuli bilang urutan ke 20 ke atas harganya hanya 15,000an IDR. Kami sudah memilih foto-foto yang kami mau (urutan 20 ke atas semua), tapi ternyata yang Mba Yuli maksud adalah total foto yang mau dicopy. Apabila lebih dari 20 foto maka mendapat harga yang lebih murah. Saya spontan mengejek Mba Yuli kenapa tidak bilang daritadi. Mba Yuli langsung terkekeh-kekeh tidak karuan. Saya sontak menggodanya karena merasa dia lucu. Singkat cerita, setiap perkataan yang keluar dari mulut saya selalu membuat Mba Yuli tertawa. Ujung-ujungnya kami mendapat copy-an semua foto dengan harga yang terjangkau, terima kasih kepada Mba Yuli yang baik.
Hari ke-4 pun berakhir dan keesokan harinya (hari terakhir) saya di Surabaya diajak kuliner bersama salah satu teman kuliah saya yang tinggal di sana. Kami makan Kwetiaw Apeng yang antriannya menggunakan kartu (seperti orang sakit mau ke dokter), Bakso termahal (1nya bisa 8rban) yang bernama Bakso Kapasari yang sudah ada sejak 19?? (lupa saya, pokoknya sebelum Indonesia merdeka), dan menyeberangi Jembatan Suramadu menuju ke Madura untuk mencobai Bebek Sinjai yang sangat terkenal di sana dengan antrian yang bagaikan antrian sembako.
Berikut adalah video yang saya buat untuk menyimpulkan perjalanan liburan kali ini, enjoy!
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=t9WmkCRJaug?feature=player_detailpage&w=640&h=360]
Be blessed!