Darlene Zschech tersenyum saat ditanyakan kisah dibalik lagu tersbut. “Tidak ada kisah yang hebat,” katanya. “Saya tidak sampai duduk seharian dan memutuskan untuk menulis sebuah lagu yang begitu luar biasanya bisa menyentuh bangsa-bangsa.”
Darlene benar-benar dikagetkan dan merasa malu dengan perhatian yang dia terima dari lagu itu. Tapi itulah sifat alaminya – sangat sederhana dan rendah hati dengan talenta yang Tuhan berikan. Dia tidak mau pujian apapun, karena dia sadar itu bukan miliknya sendiri. Itu murni dari hati dan cintanya pada Tuhan yang telah menjadikannya seorang ‘Worship Leader’ terkenal sekarang ini.
“Melodinya sederhana dan liriknya juga umumnya dari Firman,” dia menjelaskan. “Itu datang begitu saja pada saat teduh saya dengan Tuhan.”
Walau sudah menulis lagu sejak umur 15, dia tidak pernah menganggap dirinya sebagai seorang penulis lagu. Bagaimanapun juga, dia ingat apa yang menginspirasi lagu tersebut.
“Saat itu adalah saat-saat gelap dalam hidup saya,” dia mengingat. “Semuanya terasa begitu berat membebaniku. Seperti tidak ada jalan keluar dan saya hanya bisa berbalik kepada satu Pribadi yaitu Bapa.”Putus asa dan berharap akan damai-Nya, dia membuka Kitab Mazmur. Sambil duduk di piano lamanya, dia mulai memainkan kunci nada, dan “Shout to the Lord” mengalir dari hatinya.
Dia tersenyum saat dia mengungkapkan kejadian itu. “Piano itu adalah hadiah dari orang tuaku saat aku lima tahun. Sudah lama dan, saya yakin, nadanya sudah mulai tidak benar. Saya bahkan tidak sengaja memikirkan lagu ini,” katanya, “Tapi saya menyanyi dan nyanyi, terus dan terus, dan itu mengangkat saya.”
Akhirnya lagu itu pun lahir. Keputusasaan yang dalam telah membawanya kepada ketinggian iman. Beberapa hari berikutnya, lagu itu tidak meninggalkannya, dan itu mulai nyata dalam dirinya kalau itu mungkin adalah sebuah lagu penyembahan.
Sangat malu dan merasa tidak pantas, dia memberitahu Geoff Bullock (kemudian Pasor Musik di Hills CLC) dan Russel Fragar bahwa dia rasa dia telah menulis sebuah lagu. “Tanganku berkeringat dan saya hampir tidak bisa memainkannya, saya sangat gugup,” katanya. “Saya terus mulai dan berhenti dan meminta maaf bahkan saat mereka belum sempat mendengarnya.”
Akhirnya dia membuat mereka berdiri memunggunginya, menghadap dinding, saat dia memainkan lagunya. Bahkan saat mereka membalikkan badan dan menyatakan bahwa itu luar biasa, Darlene yakin bahwa mereka hanya bersikap sopan dan tidak mau menyinggungnya.
Saat Pastor Brian Houston mendengar lagunya untuk pertama kali, dia memprediksikan lagu itu akan dinyanyikan di seluruh dunia. Selanjutnya adalah sejarah.
“Kami bahkan belum merekamnya dan saya mulai menerima surat-surat dari orang-orang di seluruh dunia yang telah menyanyikan lagu itu di gereja mereka,” kata Darlene. “Satu datang dari anak laki-laki berumur tujuh tahun di Nigeria, dia berterima kasih padaku karena telah menulisnya.”
“Shout to the Lord” ditulis pada saat anak Tuhan berlari ke Bapanya, mencari-Nya di tengah-tengah keputusasaan. Saat kita menyanyikannya kamu dipenuhi dengan iman, kekuatan, dan damai – tepat dengan apa yang Darlene alami pada hari dia menulisnya.
Darlene mengambil sebuah Alkitab dan membuka Mazmur 96. Kamu dapat melihat kerindunnya terhadap Firman yang bersinar saat dia menggambarkan apa yang berarti baginya, melihat laut bergelora dan gunung-gunung tunduk. Kamu melihat sekilas apa yang menginspirasi lagu itu: cinta sejati dan kemurnian hati yng tertuju sepenuhnya pada Bapa yang terkasih.
Catatan: Semenjak ditulis pada tahun 1993, “Shout to the Lord” telah direkam di lebih dari 20 album dan diterjemahkan ke banyak bahasa. Lagu itu adalah lagu favorit dari ratusan ribu orang-orang percaya di seluruh dunia dan dimainkan pada pelayanan gereja, konvensi, konser, pernikahan, dan bahkan pemakaman. Lagu itu dinominasikan sebagai “Song of the Year” pada 1998 Dove Awards.
Translated from : Hillsong Magazine. Copyright © 2000 Hillsong Music Australia