Tidak terasa sudah penghujung tahun menanti dan seperti bulan-bulan Desember biasanya, saya dan gereja sibuk dengan persiapan Natal. Latihan demi latihan sudah dilakukan walaupun saya tidak ikutan karena saya di bagian media dan hanya mengemban tugas membuat film atau drama atau sketsa.

Tahun ini saya diminta untuk membuat film dan saya mempercayakan kepada orang lain untuk mengurusnya. Saya hanya membantu membuat script dan mengedit. Namun karena diminta untuk menjadi salah satu pemeran di film, ya sudah saya mengiyakan.

Film ok. Ditambah sketsa pula yang tadinya tidak kepikiran untuk dibuat. Acarapum sudah ok. Seperti biasa saya mendapat tugas bagian Director Handycam. Persiapan sudah mantap. Doa sudah dinaikkan. Acaranya pun dimulai. Dua anak memulai acara dengan duet nyanyi. Kemudian Worship Leader dan Singers semua masuk ke dalam sambil mengajak semua untuk menyembah Tuhan. Tiba-tiba lampu padam!

Penyebabnya simple, karena kita menyewa tambahan untuk lighting sehingga daya tidak cukup dan sepertinya menyebabkan sedikit error. Acara kami hampir semuanya membutuhkan listrik: mic, sound, komputer, tv, lighting, dan AC. Para panitia dengn sigap segera mencari jalan keluar. Ada yang langsung menuju ke teknisi gedung. Ada yang menyalakan flash pada gawai mereka agar tetap terang. Pemusik pun segera mengambil sebuah gitar akustik dan memainkannya.

Ada kalimat teman saya yang pada saat itu menjadi pemimpin pujian yang terus bernyanyi bersama para singers yang sangat bagus. Kurang lebih seperti ini:

Kita tidak membutuhkan kemewahan apapun untu bisa datang kepada Tuhan.

Yup, that is so true. Tuhan kita sudah megah walaupun tidak ada sound sustem atau tampilan multimedia yang membahana. Dan itu sudah membuat-Nya lebih dari cukup untuk kita sembah.

Pada saat itu saya teringat dengan sebuah gereja dimana gembalanya memutuskan untuk tidak memakai alat musik atau multimedia di dalam gerejanya selama beberapa minggu untuk pujian dan penyembahan. Dia ingin mengajar gerejanya untuk bisa menyembah Tuhan dari hati, bukan dari kemegahan gereja.

Pada akhir dari keputusannya, dia menyanyikan lagu ciptaannyabyang berjudul “Heart of Worship”. Kalau tidak tahu silakan google. Lirik chorusnya adalah sebagai berikut:

I’m coming back to the heart of worship and it’s all about You.

Semua adalah tentang Tuhan. Jika kita bernyanyi atau menyembah Tuhan karena pemimpin pujian yang kita suka atau musik atau tampilan yang bagus sehingga kita senang dan merasa puas maka kita tidak sedang menyembah Tuhan. Kita sedang menyembah diri kita sendiri. Kita hanya mau diri kita senang dan puas, bukan Tuhan.

Penyembahan bukanlah tentang kita, tapi tentang Tuhan. Jangan lupakan itu.

Setelah 10-15 menit, perlahan listrik kembali. Lampu penghias bewarna kuning menyala diikuti tepuk tangan dan sorak sorai jemaat. Multimeda mendapat giliarn kedua dan yang terakhir adalah di bagian panggung (alat musik dan tv). Acara pun berubah. Menyanyi-menyanyi dipindah ke bagian belakang dan ada lagu yang ditiadakan karena sudah diganti lagu lain saat listri mati.

Semuanya berlangaung dengan sangat memuaskan karena kami bisa mempersembahkan yang terbaik. Ini adalah sebuah kenangan dari gereja GBAP yang tidak akan pernah dilupakan khususnya bagi kami para panitia. Tahun depan kalau sewa lighting ya harus tambah daya dan dipasang sebelum hari H supaya bisa dites dulu haha.

Be blessed!

One thought on “MATI LAMPU Saat Christmas Celebration”
  1. What’s Happening i’m new to this, I stumbled upon this
    I have found It absolutely helpful and it has aided me out loads.

    I am hoping to give a contribution & assist different
    users like its aided me. Great job.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *