Banyak orang bertanya kenapa kejahatan terjadi di dunia ini. Jawabannya adalah karena manusia memang pada dasarnya adalah makhluk yang egois. Adam menyalahkan Hawa saat ketahuan berdosa. Adam tidak mau disalahkan. Dari semula, manusia memang lahir dengan egois. Bayi, ketika lahir, mau dilayani. Semua yang diinginkan harus dia dapatkan.
Semakin bertumbuh, manusia yang memiliki sifat egois mau mendapatkan apa yang diinginkan. Tidak jarang keinginan mereka bentrok dengan keinginan orang lain. Akhirnya timbullah konflik. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Timbullah pencurian, pembunuhan, iri hati, pemerkosaan, perusakan nama baik, dan kejahatan-kejahatan lainnya.
Pertanyaannya seharusnya bukanlah kenapa kejahatan terjadi di dunia ini melainkan kenapa bisa ada kebaikan di dunia ini. Jawabannya karena ada Tuhan. Tuhan itu baik. Dia mengaruniakan kepada kita kebaikan-Nya sehingga kita bisa menjadi berbahagia. Manusia yang sudah menerima kebaikan Tuhan adalah orang-orang yang berbahagia. Karunia Tuhan menggerakkan mereka kepada kemuliaan-Nya.
Kebahagiaan bukanlah tentang apa yang terjadi kepada kita di dunia ini. Kebahagiaan adalah ketika Tuhan menjadikan kita baik untuk dunia ini.
Kebaikan bisa terjadi di dunia ini karena Tuhan dapat hidup melalui kita yang telah terlebih dahulu menerima karunia-Nya. Di sinilah letak kebahagiaan. Kebahagiaan terjadi di saat kita benar-benar menjadi baik untuk dunia ini.
Orang-orang yang mengasihi adalah orang-orang yang berbahagia. Mereka yang kekurangan kasih kekurangan kebahagiaan. Kasih itu seperti bintang yang bersinar di gelapnya malam. Orang-orang senang berada di antara orang-orang yang mengasihi.
Jangan hanya mengasihi orang-orang yang memang pantas dikasihi. Tapi kasihilah mereka yang tidak seharusnya mendapatkan kasih kita. Mengasihi Tuhan berarti mengasihi semua orang walaupun orang tersebut tidak seharusnya mendapatkan kasih kita. Itulah yang dinamakan belas kasihan.
Ada orang-oang yang suka kita tandai secara kultural atau politik sebagai orang-orang yang tidak mau kita kasihi. Kita tidak seharusnya menjadi seperti itu. Sama halnya dengan orang Samaria yang murah hati (Lukas 10:25-33), kita harus mengasihi tanpa memandang latar belakang, budaya, warna kulit, ras, dan lainnya.
Lukas 10:25-33
Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?”
Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”
Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?”
Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Apakah kita sudah mengambil bagian dari pekerjaan Tuhan dengan menjadi pribadi yang mengasihi? Ciri seorang yang mengasihi Tuhan adalah mereka mengasihi manusia tanpa syarat. Bagaimana kita bisa mengasihi yang tidak kelihatan jika yang kelihatan saja tidak kita kasihi?
Be more positive, creative, and productive! Be blessed!