Perfeksionis, itulah saya, selalu menunggu sampai semua menjadi sempurna baru mau bergerak. Selalu merencanakan dan mempertimbangkan semua resiko yang ada sehingga pada akhirnya malah takut memulai. 

Setelah memulai, jika ada kesalahan sedikit harus dikoreksi dan diselesaikan terlebih dahulu. Pada akhirnya pekerjaan pun tertunda karena hal-hal yang bisa jadi adalah sesuatu yang sepele.

Dan ternyata, menurut Charly Hversat, perfeksionis dapat menghambat pertumbuhan dalam diri kita. 



Kenapa hal ini dapat terjadi?

Charly menjelaskan bahwa tanpa disadari, kebanyakan manusia memiliki rasa perfeksionisme. Contohnya, banyak dari kita yang takut gagal ketika ingin mencoba melakukan sesuatu. 

Kita memiliki pola pikir bahwa jika gagal, maka lebih baik tidak usah dilakukan. 

Jika ini tidak berguna kedepannya, untuk apa saya lakukan. Secara tidak langsung, hal ini ternyata merupakan bentuk dari perfeksionis. 

Menurut Charly, hal inilah yang dapat menghambat pertumbuhan pada seseorang. Bayangkan jika setiap manusia mengikuti rasa perfeksionis mereka, mungkin sekarang kita masih akan tinggal di zaman batu. 

Photo by Pixabay on Pexels.com

Thomas Alfa Edison mengalami ribuan kegagalan sebelum akhirnya berhasil menemukan lampu yang mengubah kehidupan manusia sampai sekarang.

Banyak penemuan-penemuan yang dihasilkan dari begitu banyak kegagalan. Pesawat terbang, telepon, smartphone yang kita gunakan saat ini, dan masih banyak lagi. Para penemu ini memiliki rasa kompromi yang tinggi. 

Tidak apa jika penemuan mereka belum sempurna, mereka merasa puas dengan hasil yang “cukup baik”. Ketika mengalami ketidakberhasilan, mereka menyadari bahwa apa yang dilakukan itu bukanlah sebuah kegagalan, namun hasil yang sudah cukup baik. 

Hal inilah yang akhirnya membuat mereka tetap bertahan dan tidak berhenti mencoba.

Pada akhirnya saya pun berusaha puas dengan hasil yang cukup baik.

 Sedikit kesalahan bukanlah sebuah masalah. Resiko akan selalu ada, jadi jangan pernah menunda-nunda apa yang mau kita lakukan.

Ada sebuah quote dari Charly yang mengatakan “Compromise can lead to innovation”. 

Kompromi dapat menuntun kepada sebuah inovasi. Apabila generasi kita memiliki tingkat kompromi yang tinggi dan dapat puas dengan hasil yang “Cukup Baik”, maka akan banyak sekali inovator-inovator baru yang akan membantu dunia menjadi lebih maju. 

Oleh karena itu, kurangin perfeksionisme kita dan mari tingkatkan rasa kompromi sehingga kita dapat menjadi lebih positif, kreatif, dan produktif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *