Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan Social Dilemma di Netflix (silakan nonton, recommended dari saya) dan saya belajar banyak dari film dokumentasi tersebut. Film itu menampilkan curhatan dari para mantan pekerja media sosial yang mendunia. Sebut saja Twitter, YouTube, Facebook, Instagram, Google, dan lupa yang lain ada apa lagi.

Saat ini baik pribadi maupun usaha tidak bisa terlepas dari internet dan media sosial. Berkat mereka, kita bisa menjadi dekat dengan yang lain walaupun dibatasi jarak (apalagi lagi Corona begini). Berkat mereka, kita tidak perlu pakai nyasar di jalan karena ada Google Maps dan Waze, right? Berkat mereka, kita bisa menemukan nomortelepon tempat makan atau salon atau gym atau manapun itu yangmau kita tuju. Berkat mereka, kita bis amenemukan jasa yang kita perlukan (foto, video, endorse, dan lainnya).

Ya, internet dan media sosial memang sesuatu yang baik. Mereka dibuat pada awalnya dengan visi yang mulia. Tapi sampai ke sini, ternyata terjadi penyimpangan-penyimpangan yang harus kita perhatikan jika kita tidak mau generasi kita dan di bawah kita rusak.


KITALAH PRODUKNYA

Internet dan media sosial itu gratis, hore! Ga ada bayar member bulanan atau tahunan. Kita bisa mengaksesnya kapanpun juga. Tapi sebenarnya mereka itu sedang berlomba-lomba untuk mencuri perhatian kita.

If you don’t buy the product, you are the product.

Jika kita tidak membeli produknya maka kitalah produknya. What?! Cius? Mi apah?! Yes. Logikanya seperti ini. Perhatikan! Internet dan media sosial dapat duit darimana? Dari para pemasang iklan atau sebut saja advertiser. Iklan ini ditayangkan untuk siapa? Untuk kita (yang tidak pernah lihat iklan di internet atau medsos berarti matanya butuh dilasik). Itu berarti siapa yang dijual? Kitalah yang dijual oleh internet dan medsos kepada para pemasang iklan ini. Kitalah produknya.

Itulah sebabnya mereka berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran mereka untuk membuat kita supaya tidak pernah berhenti menatap layar kaca. Dengan cara apa? Di sinilah kelanjutan dari kengerian ini.


KITALAH EKSPERIMANNYA

Mereka membangun sebuah model yang memprediksi semua tindakan kita. Siapapun yang membuat model terbaik, merekalah pemenangnya. Mereka melihat apa yang kita suka dan tidak suka. Apakah kita sedang kesepian? Apakah kita senang melihat gambar-gambar alam, wanita seksi, atau pria six packs? Mereka tahu apa yang kita lakukan di malam hari. Horor!

Ada algoritma dalam internet dan media sosial. Semakin sering kita membuka informasi atau konten tertentu, semakin sering pula mereka menayangkan hal yang sama. Misalnya saja saya sedang mencari informasi review buku dalam YouTube, maka YouTube akan semakin merekomendasikan video-video tentang buku kepada saya (ada yang notice?).

Ada 3 tujuan yang berusaha mereka gapai dari kita.

  • Engagement goal. Mereka berusaha membuat kita selama mungkin di sana. Ku tak bisa jauuuh, jauuuh darimu.
  • Growth goal. Mereka berusaha membuat kita terus kembali dan mengundang teman-teman kita yang pada akhirnya juga akan terus kembali dan mengundang teman-teman yang lain. Ramai deh se-RT!
  • Advertising goal. Mereka membuat sebanyak mungkin uang. Kena deh kita, padahal kita tidak tahu apa-apa.

KITALAH PENGGUNANYA

Hanya ada 2 industri yang menamakan pemakainya sebagai pengguna (user), obat-obatan terlarang dan software.

Sama seperti pengguna narkoba yang menjadi pecandu, kita juga bis amenjadi pecandu internet dan media sosial. Ketiak mendapatkan notifikasi, kita merasakan sesuatu. Seperti ada yang sedang kita nanti-nantikan. Kita mau secepatnya mengambil hp dan melihat apa yang sedang terjadi.

Setiap manusia pasti mau diterima. Kita bisa dipuji saat menggunakan internet dan media sosial. Kita bisa menemukan orang yang kita suka dan sebaliknya di sana. Itu akan menyebabkan ketergantungan jika kita tidak menyadari dan mengantisipasinya.

Banyak kejadian dimana kecanduan ini menyebabkan hal-hal yang tidak benar terjadi. Overdosis, penyebaran narkoba, pencurian, perampokan, bahkan pembunuhan bisa terjadi karena orang saking tercandunya dengan penggunaan narkoba. Ternyata itu juga bisa terjadi kepada kita, para pengguna yang bisa jadi tidak sadar sedang menuju ke sana.

Bagaimana sih maksudnya? Biar saya jelaskan lagi. Balik lagi ke algoritma tadi. Jika kita menyukai suatu informasi maka algoritma internet dan media sosial akan terus menayangkan informasi yang sama kepada kita.

Anggap saja kita menemukan sebuah video konspirasi yang menyatakan bahwa bumi bulat. Tayangan-tayangan yang sama akan terus merekomendasikan hal serupa. Kita yang penasaran akan terus melihat video-video tersebut. Artikel-artikel yang sama juga akan bermunculan di internet maupun media sosial. Perlahan-lahan kita mulai mempercayai teori tersebut karena hanya terori itu yang kita lihat.

Itulah sebabnya banyak orang percaya bahwa kokain bisa menyembuhkan Corona (pernah membaca artikelnya?). Banyak berita-berita tentang obat Corona. Kita memperhatikannya dan semakin banyak berita yang sama diperlihatkan kepada kita. Pada akhirnya kita bisa mempercayai semuanya.

Lebih buruknya lagi adalah ketika kita tidak suka dengan seseorang atau kelompok tertentu. Kita menemukan konten yang menjatuhkan mereka. Tentu saja kita senang membacanya. Kemudian konten-konten lain yang sama direkomendasikan kepada kita. Bagaimana kita tidak menjadi tambah tidak suka? Hal ini masuk ke beberapa orang, kelompok, masyarakat, sampai pada akhirnya terjadi adu domba, perselisihan, pertengkaran, bahkan perang.

Pengumuman PSBB kemarin orang begitu sibuk menjelekkan kerja gubernur kita. Mereka mem-post judul dari kutipan gubernur yang sama sekali mereka tidak pelajari. Mereka mem-post itu hanya karena mereka tidak suka dan sepertinya pada saat mereka post itu, mereka merasa di atas angin. Padahal apa yang gubernur ucapkan memang benar adanya.

Saya di sini tidak membela gubernur atau menyalahkan siapa-siapa, tapi kembali lagi the power of internet ini begitu besarnya sampai bisa membuat kita terhasut dan menyebarkan kebencian kepada yang lain. Lalu jika kita mulai membenci gubernur kita kemudian bentrok dengan para pembelanya, apa yang akan terjadi? Be wise, everyone.


Kita hidup di dunia dimana sesuatu yang mati lebih berharga. Pohon mati lebih berharga. Paus mati lebih berharga. Ekonomi berjalan seperti itu dan perusahaan-perusahaan akan terus menarik keuntungan dari merusak pohon dan membunuh paus padahal kita semua tahu bahwa hal tersebut merusak planet kita dan membuat dunia lebih buruk untuk generasi mendatang.

Tapi saat ini kitalah pohon dan pausnya. Kita lebih berhagra bagi para perusahaan internet dan media sosial itu ketika kita melihat kepada layar, pada iklan yang disajikam daripada menghabiskan waktu untuk menikmati hidup. Akibatnya, kita diakali untuk melihat apapun yang kita mau lihat daripada melihat tujuan, nilai, dan hidup kita sebenarnya sebagai manusia yang sebenarnya.

Teknologi memang pada awalnya dibuat untuk kebaikan. Tapi sistem membuatnya menjadi disalahgunakan. Keuntungan mengakibatkan kesalahan arah. Kita perlu mengantisipasinya. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti konten-konten yang berlawanan dengan kita agar kita bisa mengerti dari persepektif lain. Jika kita tidak suka dengan orang ini, ikutilah para pendukungnya. Temukan sanggahan atas argumen yang menjatuhkan orang itu.

Cara lainnya adalah dengan membatasi penggunaan kita. Puasa kalau perlu. Jangan lihat rekomendasi konten. Ingat! Semua yang ada di internet dan media sosial dibuat oleh manusia dan manusia tidak selalu benar! Berpikir kritis. Daripada menghakimi terlebih dahulu, mengertilah terlebih dahulu.

Be blessed!

One thought on “Internet & Media Sosial, Mereka Melakukan Ini Pada Kita”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *