Saat membaca Alkitab, banyak yang melihatnya sebagai kumpulan peraturan, prinsip, filosofi, ataupun cerita supaya menjadi lebih bijaksana. Tapi Alkitab sebenarnya adalah buku tentang hubungan. Hubungan Tuhan dengan manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan manusia.
Tuhan sendiri ingin kita mengasihi Dia dan mengasihi sesama (Hukum Terutama dan Utama). Kedua hal itu bisa dikatakan sulit dilakukan. Salah satu alasannya adalah karena masalah batasan yang sebenarnya adalah tentang tanggung jawab. Kita tidak tahu bertanggung jawab untuk apa, kapan tanggung jawab itu mulai atau berakhir, kapan Tuhan mengerjakan bagiannya, dan kapan kita memulai bagian kita.
Untuk bisa mengenali batasan dengan Tuhan, kita perlu belajar tentang batasan dengan Tuhan.
TUHAN MENGHARGAI BATASAN KITA
Tuhan meninggalkan pekerjaan yang hanya kita sendiri bisa kerjakan.
Kita memiliki kehendak bebas. Kita bisa memilih apa saja yang mau kita lakukan. Tapi dia juga membiarkan kita mengalami konsekuensi menyakitkan dari kelakuan kita supaya kita mau berubah. Memang dia tidak mau kita binasa, Dia tidak senang ketika kita merusak diri kita; namun Dia mau kita berubah atas kemauan kita sendiri.
Tuhan menghargai saat kita mengatakan ‘tidak’.
Dia tidak akan berusaha mengendalikan atau memarahi kita. Dia membiarkan kita mengatakan tidak dan terserah kita mau apa. Sama halnya dengan perumpaan anak yang hilang. Anak tersebut mengatakan tidak terhadap ayahnya dan meninggalkan semuanya. Tuhan selalu memberikan kebebasan memilih, tapi seperti halnya dengan pemberi yang sebenarnya, Dia juga memberikan konsekuensi atas pilihan tersebut.
Terkadang mengatakan tidak pada Tuhan akan menyadarkan kita betapa Tuhan mengasihi kita. Kita mungkin harus sampai di satu titik dimana kita berkata kepada Tuhan kalau kita tidak mau mengikuti perintah-Nya. Kita suka dengan gaya hidup kita saat ini. Kita senang dengan pornografi atau minum-minum.

Menjadi seorang percaya pasti merasa tekanan dimana harus menjadi kudus dan tidak menyukai hal-hal dunia. Namun ada kalanya dimana kita harus mengakui bahwa memang kita lebih suka dengan hal-hal duniawi. Hanya dengan mengakui itu kepada Tuhan, maka perubahan mungkin dapat terjadi.
Jangan sembunyikan itu. Akui semua pada Tuhan. Katakan tidak pada Tuhan. Semua itu harus diperlihatkan karena itu adalah bagian dari kita. Pada saat itu kita dan Tuhan akan mampu menghadapi masalahnya.
Banyak orang yang menutup diri secara emosional dari Tuhan karena mereka merasa tidaklah aman untuk memberitahu-nya seberapa marah mereka pada-Nya. Seringkali sebelum mereka merasakan kemarahan itu, mereka tidak akan merasakan perasaan kasih di balik kemarahan tersebut.
Dalam kejujuran dan pengakuan yang lebih dalam dari diri kita yang sebenarnya ada ruang untuk mengekspresikan kemarahan kita pada Tuhan.
Sama seperti kisah Ayub yang mengekspresikan kemarahan dan kekecewaannya pada Tuhan ketika segalanya diambil darinya. Tuhan tidak menarik diri dari-Nya. Dia bahkan mulai berbicara kepada Ayub. Hubungan Ayub dan Tuhan tetap aman. Tuhan tahu batasan kita. Kita boleh mengatakan tidak pada Tuhan. Kita boleh mengutarakan kemarahan kita pada Tuhan. Dia tetap mengasihi kita. Dia tetap menyertai kita. Dia tetap memiliki rencana yang baik untuk kita.
Di saat kita menerima batasan kita dan membawanya kepada terang, Tuhan mampu mengubahnya dengan kasih-Nya.
Ini membawa kita kepada hal kedua bahwa jika Tuhan menghargai batasan kita, maka kita juga perlu menghargai batasan Tuhan. Bagaimana mengatasi batasan Tuhan? Tunggu artikel berikutnya ya.
Be blessed!
[…] Tuhan menghargai batasan kita. Itu adalah kehendak bebas dimana kita boleh memilih apa saja yang mau kita lakukan. Namun ingat, ada konsekuensinya ya. Tapi Tuhan juag menginginkan kita untuk menghargai batasan-Nya. Nah loh! […]