Tuhan menghargai batasan kita. Itu adalah kehendak bebas dimana kita boleh memilih apa saja yang mau kita lakukan. Namun ingat, ada konsekuensinya ya. Tapi Tuhan juag menginginkan kita untuk menghargai batasan-Nya. Nah loh!

Yes! Ketika Tuhan membuat pilihan dan mengatakan ‘tidak’ kepada kita, itu adalah haknya, kebebasannya. Jika kita mau memiliki hubungan dengan-Nya maka kita perlu menghargai kebebasan tersebut.

Kita seringkali menganggap Tuhan jin dimana Dia harus selalu melakukan untuk kita. Ketika Dia tidak mengerjakan sesuai yang kita inginkan maka kita marah, kita menjadi pahit. Kita meninggalkan Tuhan. Di saat seperti itu sebenarnya kita sedang mengetes kebebasan Tuhan. Kita tidak menghargai batasan Tuhan.

Bagaimana rasanya jika seseorang meminta sesuatu kepada kita tapi tidak memberikan kita pilihan?

Kita harus mengabulkan apapun yang diminta orang tersebut. Maka batasan kita sedang diinjak-injak. Inilah yang menjadi tindakan kekanak-kanakan dari seorang percaya. Mereka tidak merasa puas dengan Tuhan. mereka tidak merasa puas dengan hal-hal lain dlama hidup mereka. Mereka membenci kebebasan orang lain, termasuk Tuhan. Familiar dengan keadaan ini?

Yes, banyak orang yang merasa Tuhan tidak adil. Tuhan tidak menjawab doa saya. Kenapa Tuhan membiarkan ini terjadi? Mereka tidak memberikan kesempatan pada Tuhan untuk memilih. Tuhan harus memenuhi apa yang saya mau. Tragis!

Tuhan tidak terikat dengan kita. Saat Dia melakukan sesuatu untuk kita, Dia melakukannya karena pilihan-Nya sendiri.

Sama halnya dengan saat Dia mati untuk kita. Dia melakukannya karena Dia mau. Dia tidak ada kepahitan dengan apa yang kita lakukan. Kebebasannya membiarkan diri-nya untuk mengasihi.

Kembali lagi ke kisah Ayub dimana dia mengekespresikan kemarahan dan kekecewaannya kepada Tuhan. Tuhan menghargai kejujurannya. Tapi Ayub tidak menjadikan Tuhan sebagai antagonis (pihak yang jahat). Dalam semua keluhannya, dia tidak memutuskan hubungannya dengan Tuhan. Dia tidak mengerti Tuhan, tapi dia membiarkan Tuhan menjadi diri-Nya sendiri dan tidak menarik kasihnya dari Tuhan. Walaupun Ayub sangat marah pada Tuhan, tapi dia tetap menghargai kebebasan Tuhan untuk melakukan apa yang Dia kehendaki. Itulah hubungan yang sebenarnya.

Yesus sendiri menghargai batasan Bapa di surga. Ketika Dia berdoa di taman Getsemani untuk menjauhkan cawan penderitaan dari-Nya, Bapa di surga tetap memiliki kehendak-Nya sendiri. Jika Yesus meninggalkan dan tidak menghargai batasan Bapa di surga, pasti kita semua sudah tersesat.

Dengan cara yang sama kita mau orang lain untuk menghargai kita saat berkata ‘tidak’, Tuhan juga mau kita menghargainya.

Be blessed!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *