Terjun langsung dalam dunia pembuatan konten tentunya tidak bisa lepas dari namanya media sosial. Awalnya saya hanya post semua yang saya suka. Tapi makin berkembangnya media sosial saya dan makin dikenalnya saya (walaupun ga terkenal-terkenal amat ya), perlahan namun pasti saya mulai masuk ke dalam jebakan Batman.

Seperti apa sih itu jebakan media sosial? Coba lihat apakah kita mempertanyakan ini ketika mau mem-post sesuatu.

Apakah orang-orang akan menyukai saya melakukan sesuatu seperti ini?

Perlu digarisbawahi kata menyukai ini. Kita berharap disukai oleh orang-orang. Kita mau dihargai dan dikenal. Ketika ada yang like atau komen, maka kita merasakan kepuasan. Pada saat seperti itu, kita mau terlihat sempurna.

Kita bergaul dengan gaya hidup jaman sekarang. Kita tidak mau ketinggalan (FoMO). Ketika ada yang baru, kita harus menjadi salah satu pioneer mendatangi atau mencobanya. Kita mengedit foto kita sesempurna mungkin. Kita membeli followers. Kita membeli iklan hanya untuk menambah like. Kita join grup untuk meningkatkan engagement seperti saling like dan memberi komen (percayalah, grup ini ada! Saya pernah diinvite). Kita membuat caption yang membuat kita terlihat bijak atau baik.

Kita harus menyadari perangkap dari media sosial ini. Memang media sosial bisa digunakan untuk branding baik itu produk, jasa, ataupun diri kita sendiri. Tapi ketika kita tidak bisa menjadi diri sendiri dan menggunakan topeng, maka itu adalah penyalahgunaan media sosial.

It could be really toxic if you are obsessed with fame. 

AFGAN

Kutipan di atas datangd ari penyanyi Afgan yang mengatakan bahwa bisa sangat beraun apabila kita terobsesi dengan popularitas. Pada akhirnya popularitas tidak akan bertahan. Orang-orang akan melupakan kita. Karya-karya kita saat ini tidak akan bertahan sampai selamanya dan akan tiba saatnya dimana mereka tidak mengenali karya kita lagi.

Mari coba pikirkan berapa banyak orang di media sosial yang benar-benar peduli dengan kita? Dari sekian banyak yang mengucapkan ulang tahun kepada kita, berapa banyak yang merelakan waktu untuk datang langsung mengucapkan dan merayakan atau memberikan hadiah? Ketika kita kehilangan orang yang kita sayang, berapa orang di media sosial yang benar-benar datang melayat dan menemani kita dalam duka?

Kita terjebak untuk membuat orang-orang menyukai kita. Kita berusaha menyenangkan semua orang. Pada dasarnya kita merindukan pengakuan dan penghargaan, tapi media sosial tidak menjanjikan itu.

Ketika digunakan dengan tepat, media sosial dapat mendekatkan kita dengan teman-teman terutama saat pandemi ini. Ketika digunakan dengan tepat, kita bisa membagikan konten yang menginspirasi, menginformasi, mengedukasi, ataupun menghibur orang-orang.

Saya sendiri menggunakan media sosial untuk sharing ilmu yang saya dapatkan dari perjalanan hidup saya karena saya sendiri tidak mau melupakannya. Salah satu cara untuk tidak lupa adalah dengan membagikannya. Ditambah saya seornag pembuat konten, jadi saya juga perlu memamerkan karya saya agar bisa bermanfaat buat yang lain, sekalian untuk branding juga. Tapi itu tidak membuat saya harus disukai oleh orang-orang. Saat ini saya sudah tidak peduli dengan sedikit banyaknya like atau engagement dari konten saya.

Saya membuat konten karena saya menyukainya bukan karena saya mau disukai.

Oleh karena itu, pertanyakan keempat hal yang pernah saya bahas di artikel sebelumnya saat menggunakan media sosial. Jika kita sudah terlalu terikat dengan media sosial, lakukan detox media sosial. Itu sangat membantu saya untuk bisa refleksi diri.

Jadi apakah kita sedang melakukan sesuatu di media sosial untuk disukai orang lain?

Be blessed!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *